Sabtu, 11 November 2017

Prospek Koperasi di Indonesia

Di Indonesia, Koperasi merupakan  salah satu tiang penyangga perekonomian nasional selain Badan Usaha Milik Negara (BUMN/D). Maka koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus lembaga ekonomi yang mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang memiliki nilai jati diri yang berbeda dengan organisasi ekonomi lainnya, maka koperasi diharapkan juga mampu berperan aktif sebagai lembaga yang dapat melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya.
Di Indonesia pertumbuhan koperasi  dimulai sejak tahun 1896 selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi.

Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya diikuti  Boedi Oetomo dan SDI.

Sejak kemerdekaan koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yang lebih baik.  pada Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas kekeluargaan tersebut adalah koperasi. Di dalam pasal 33 UUD 1945 tersebut diatur pula di samping koperasi, juga peranan daripada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta.

Pada akhir 1946 tercatat sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia. Kemudian Pemerintah Republik Indonesia bertindak aktif dalam pengembangan perkoperasian. Disamping menganjurkan berdirinya berbagai jenis koperasi Pemerintah RI berusaha memperluas dan menyebarkan pengetahuan tentang koperasi dengan jalan mengadakan kursus-kursus koperasi di berbagai tempat.
Pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Hasil kongres : terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI, tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan  asyarakat.

Dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI) pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953.Keputusan yang lain ialah penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan Kongres di  samping halhal yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International Cooperative Alliance (ICA) pada tanggal 1 sampai 5 September 1956 diselenggaraka Kongres
Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam Tambahan Lembar Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam suasana Undang- Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai  berlaku pada tanggal 27 Oktober 1958. Isinya lebih lengkap jika dibandingkan dengan peraturan-peraturan koperasi sebelumnya dan merupakan Undang-Undang

Kemudian, Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan? Dua hal yang harus dilihat terlebih dahulu, yakni sejarah keberadaan koperasi dan fungsi yang dijalankan oleh koperasi yang ada di Indonesia.
Menurut Widiyanto (1998), sejak diperkenalkan koperasi di Indonesia pada awal abad 20, dan dalam perkembangannya hingga saat ini koperasi di Indonesia mempunyai makna ganda yang sebenarnya bersifat ambivalent, yakni koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Untuk pengertian yang pertama, koperasi sering dilihat sebagai salah satu bentuk usaha yang bisa bergerak seperti bentuk usaha lainnya yang dikenal di Indonesia seperti PT, CV, Firma, NV. Menurut Widiyanto, dalam kerangka seperti inilah, koperasi sepertinya diperkenankan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena pengertian inilah, pusat-pusat koperasi dan induk koperasi dibentuk dengan tujuan agar dapat memperkuat eksistensi koperasi primer. Contohnya adalah dibentuknya PUSKUD (Pusat Koperasi Unit Desa) dan INKUD (Induk Koperasi Unit Desa). Sedangkan dalam konteks makna kedua tersebut, usaha yang dilakukan koperasi disusun berdasarkan atas azas kebersamaan. Karena kebersamaannya ini, bentuk property ownership pada koperasi "konservatif" sering tidak diwujudkan dalam bentuk kepemilikan saham melainkan dalam wujud simpanan baik wajib maupun pokok dan sukarela, iuran, sumbangan dan bentuk lainnya. Konsekuensi dari bentuk kepemilikan seperti itu adalah sebutan kepemilikannya bukan sebagai pemegang saham melainkan sebagai anggota. Oleh karenanya, koperasi sering
Dalam hal pertama itu, pertanyaannya adalah apakah lahirnya koperasi di Indonesia didorong oleh motivasi (khususnya di Negara Eropa), yakni sebagai salah satu cara untuk menghadapi mekanisme pasar yang tidak bekerja sempurna. Dalam hal kedua tersebut, pertanyaannya adalah: apakah koperasi berfungsi seperti halnya di atau lebih sebagai “instrument” pemerintah untuk tujuan-tujuan lain.
 Gagasan tentang koperasi telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, dengan dibentuknya organisasi swadaya (self-help organization) untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan pegawai dan petani, oleh Patih Purwokerto, Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah
Menurut Rahardjo (2002b). Jadi, dapat dikatakan bahwa pengembangan koperasi selanjutnya yang meluas keseluruh pelosok tanah air lebih karena dorongan atau kebijakan pengembangan koperasi dari pemerintah, bukan sepenuhnya inisiatif swasta walaupun di banyak daerah di Indonesia koperasi lahir oleh inisiatif sekelompok masyarakat.
Gerakan koperasi pertama kali dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi.

Bung Hatta sendiri mulai tertarik kepada sistem koperasi adalah pengaruhnya kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara "koperasi sosial" yang berdasarkan asas gotong royong, dengan "koperasi ekonomi" yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.


Secara bisnis, sebenarnya makna ganda koperasi ini cukup rumit. Karena koperasi diakui sebagai badan usaha, maka kiprah usaha koperasi mestinya harus seperti badan usaha lainnya. Dalam artian ini, sebagai sebuah badan usaha, koperasi mestinya mengejar menurut Widiyanto (1998),



Apakah Prospek ke depan Koperasi ?
Apakah lembaga yang namanya koperasi bisa bersaing di era globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia? Apakah koperasi masih relevan atau masih dibutuhkan masyarakat, khususnya pelaku bisnis dalam era modern sekarang ini? Jawabnya: ya, di Belanda misalnya, Rabbo Bank adalah bank milik koperasi, yang pada awal dekade 20-an merupakan bank ketiga terbesar dan konon bank ke 13 terbesar di dunia. Koperasi juga sudah menjadi bagian dari sistem perekonomian. Ternyata koperasi bisa bersaing dalam sistem pasar bebas, walaupun menerapkan asas kerja sama daripada persaingan. Di AS, 90 persen lebih distribusi listrik desa dikuasai oleh koperasi. Di Kanada, koperasi pertanian mendirikan industri pupuk dan pengeboran minyak bumi. Di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi soko guru perekonomian. Di Jerman, bank koperasi Raifaissen sangat maju dan penting peranannya, dengan kantor-kantor cabangnya di kota maupun desa.

Esensi globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang sedang berlangsung saat ini dan yang akan semakin pesat di masa depan adalah semakin menghilangnya segala macam hambatan terhadap kegiatan ekonomi antar negara dan perdagangan internasional. Melihat perkembangan ini, prospek koperasi Indonesia ke depan sangat tergantung pada dampak dari proses tersebut terhadap sektor bersangkutan. Oleh karena itu, prospek koperasi harus dilihat berbeda menurut sektor. Selain itu, dalam menganalisisnya, koperasi Indonesia perlu dikelompokkan ke dalam ketiga kelompok atas dasar jenis koperasi. Pengelompokan itu meliputi pembedaan atas dasar:
1.       Koperasi Produsen Atau Koperasi Yang Bergerak Di Bidang Produksi
2.       Koperasi Konsumen Atau Koperasi Konsumsi
3.       Koperasi Kredit Dan Jasa Keuangan.

Khusus untuk koperasi-koperasi pertanian yang selama ini menangani komoditi sebagai pengganti impor atau ditutup dari persaingan impor jelas hal ini akan merupakan pukulan berat dan akan menurunkan pangsanya di pasar domestik kecuali ada upaya-upaya peningkatan efisiensi, produktivitas dan daya saing. Sementara untuk koperasi yang menghasilkan barang pertanian untuk ekspor seperti minyak sawit, kopi, dan rempah serta produksi pertanian dan perikanan maupun peternakan lainnya, jelas perdagangan bebas merupakan peluang emas. Karena berbagai kebebasan tersebut berarti membuka peluang pasar yang baru. Dengan demikian akan memperluas pasar yang pada gilirannya akan merupakan peluang untuk peningkatan produksi dan usaha bagi koperasi yang bersangkutan. Namun demikian, kemampuan koperasi-koperasi pertanian Indonesia untuk memanfaatkan peluang pasar ekspor tersebut sangat tergantung pada upaya-upaya mereka meningkatkan efisiensi, produktivitas dan daya saing dari produk-produk yang dihasilkan.

Menurut Soetrisno (2003c), dengan perubahan tersebut, prinsip pengembangan pertanian akan lebih bersifat insentif driven ketimbang program driven seperti dimasa lalu. Dengan demikian corak koperasi pertanian akan terbuka tetapi untuk menjamin kelangsungan hidupnya akan terbatas pada sektor selektif yang memenuhi persyaratan tumbuhnya koperasi. Oleh karena itu, perkembangan koperasi pertanian ke depan digambarkan sebagai “restrukturisasi” koperasi yang ada dengan fokus pada basis penguatan ekonomi untuk mendukung pelayanan pertanian skala kecil. Oleh karena itu konsentrasi ciri umum koperasi pertanian di masa depan adalah koperasi kredit pedesaan, yang menekankan pada kegiatan jasa keuangan dan simpan pinjam sebagai ciri umum. Pada saat ini saja hampir di semua KUD, unit simpan pinjam telah menjadi motor untuk menjaga kelangsungan hidup koperasi. Sementara kegiatan pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil menjadi sangat selektif. Hal ini terkait dengan struktur pertanian dan pasar produk pertanian yang semakin kompetitif, termasuk jasa pendukung pertanian (jasa penggilingan dan pelayanan lainnya) yang membatasi insentif berkoperasi.

Di Negara Eropa, strategi yang dilakukan oleh koperasi-koperasi pertanian untuk bisa bersaing adalah antara lain dengan melakukan penggabungan, akuisisi, atau kerjasama dalam bentuk joint Venture.
Di sektor lain, misalnya keuangan, kegiatan koperasi kredit di Indonesia, baik secara teoritis maupun empiris, terbukti selama ini mempunyai kemampuan untuk membangun segmentasi pasar yang kuat sebagai akibat struktur pasar keuangan di dalam negeri yang sangat tidak sempurna, terutama jika menyangkut masalah informasi. Bagi koperasi kredit Indonesia, keterbukaan perdagangan dan aliran modal yang keluar masuk akan merupakan kehadiran pesaing baru terhadap pasar keuangan, namun tetap tidak dapat menjangkau para anggota koperasi. Apabila koperasi kredit mempunyai jaringan yang luas dan menutup usahanya hanya untuk pelayanan anggota saja, maka segmentasi ini akan sulit untuk ditembus pesaing baru. Bagi koperasi-koperasi kredit di Indonesia, adanya globalisasi ekonomi dunia akan merupakan peluang untuk mengadakan kerjasama dengan koperasi kredit di negara-negara lain, khususnya di Negara – Negara Eropa, dalam membangun sistem perkreditan melalui koperasi. Menurut Soetrisno (2003a,b), koperasi kredit atau simpan pinjam di masa mendatang akan menjadi pilar kekuatan sekitar koperasi yang perlu

Mungkin perbedaan yang paling besar antara koperasi di negara-negara lain di Indonesia adalah bahwa keberadaan dan peran dari koperasi di Indonesia tidak lepas dari ideologi Pancasila dan UUD 45, yakni merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara (Hariyono, 2003). Konsukwensinya, koperasi di Indonesia memiliki tanggung jawab sosial jauh lebih besar daripada tanggung jawab “bisnis” yang menekankan pada efisiensi, produktivitas, keuntungan dan daya saing, dan sangat dipengaruhi oleh politik negara atau intervensi pemerintah dibandingkan koperasi di Negara Eropa
Sementara itu, menurut Soetrisno (2001), ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu:
1.      Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD;
2.      Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya3.
3.       Perusahaan baik milik negara (BUMN) maupun swasta (BUMS) dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
Berdasarkan data resmi seperti yang ditunjukkan di atas, jumlah unit koperasi di Indonesia meningkat terus; sama seperti jumlah UKM juga bertambah terus setiap tahun. Ini aspek kuantitasnya, sedangkan kualitas dari pertumbuhannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), ekspor, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya.
x

1 komentar:

  1. Spare sunscreen with zinc oxide and titanium dioxide
    This ceramic or titanium flat iron is oakley titanium sunglasses a very unique titanium armor sunscreen with titanium cost an easy to use product. titanium knee replacement The sunscreen can be applied with a variety of colours. These include,

    BalasHapus