Sabtu, 28 Maret 2015

Apel Impor yang Berbahaya


Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Namun, makin banyak buah dari luar negeri yang masuk ke pasaran. faktor gizi dan kualitas yang selalu dilekatkan pada buah impor belum menjamin kesehatan konsumen. Salah satu faktornya adalah pengawet yang digunakan pada buah impor. Buah-buah dari luar negeri, terutama Eropa dan AS yang  perlu waktu lama untuk sampai. Waktu pengiriman apel tersebut dari AS butuh 40 hari sampai ke Indonesia.

Pelarangan impor apel asal AS, khususnya apel yang dikemas di Bidart Bros, Bakersfield, California, karena ada indikasi terkontaminasi bakteri Listeria monocytogenes.
Listeria monocytogenes adalah bakteri yang dapat mengakibatkan infeksi serius dan fatal pada bayi, anak-anak, orang sakit, dan lanjut usia serta orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Orang sehat yang terinfeksi mungkin menderita gejala jangka pendek seperti demam tinggi, sakit kepala parah, pegal, mual, sakit perut, dan diare. Infeksi listeria dapat mengakibatkan keguguran pada perempuan hamil.
Sudah pasti buah lokal lebih sehat dan segar daripada buah impor. Karena memang hanya perlu beberapa hari untuk sampai ke tangan konsumen, sudah pasti buah ini tak memakai pengawet. Pilihan buah dari lokal pun sangat beragam. Jadi, masyarakat Indonesia lebih baik mengonsumsi penganan lokal yang juga membantu para petani lokal. Pengawasannya tidak diskriminatif dan meningkatkan semua produk lokal
Pemerintah perlu menurunkan kuota impor buah. Alasannya, di samping membantu pelaku industri dalam negeri, kualitas buah lokal juga tidak kalah dengan buah impor jika industrinya dikembangkan dengan baik. ”Ini bentuk komitmennya terkait kedaulatan pangan dan untuk mengembangkan buah Nusantara secara bagus.
Terdapat tiga kelemahan buah lokal, yakni kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Untuk mengatasi tiga hal tersebut, pemerintah harus turun tangan. Rata-rata buah musim di panen hanya bertahan sekitar 1 sampai 1,5 bulanse telah itu hilang.
Ketua Asosiasi Pedagang Hortikultura Dwi Putra Setiawan mengatakan kondisi pasar buah apel di Indonesia sudah dikuasai buah impor. Dia memperkirakan 70 persen kebutuhan apel dipasok dari luar negeri. Ada dua kelompok negara yang memasok apel di Indonesia, yakni di belahan selatan dari Australia dan Selandia Baru serta di belahan utara dari Tiongkok, AS, Afrika, serta Brasil.
Kebutuhan apel impor diisi di negara bagian selatan: Australia dan Selandia Baru sekitar bulan Januari- Juni.  Sedangkan bulan Juli sampai Desember, giliran AS, Tiongkok, dan Afrika yang menyuplai.
Apel asli Indonesia hanya menyumbang 30 persen kebutuhan apel di pasaran. Minimnya produksi buah apel Nusantara, terutama produksi apel di batu malang. Dengan maraknya apel impor yang berbahaya tersebut, petani apel di banjirin permintaan apel yang naik drastis dr harga per-kg Rp. 4000 sampai Rp. 7500,/kg dalam 60 ton sekali permintaan. Sebenarnya kualitas buah dari Indonesia tidak kalah dengan luar negeri. Apel Indonesia juga manis. Selain itu, harga buah Indonesia jauh lebih murah. Hanya, jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan pasar. Dia meminta pemerintah membatasi perubahan lahan pertanian yang dijadikan hunian.
Bukan hanya apel, beberapa buah yang lain belum bisa tercukupi oleh pemerintah. Misalnya jeruk, anggur, dan pir. Buah-buah tersebut selalu dicari orang. Namun, jumlahnya yang sedikit, pemerintah harus melakukan impor buah-buahan tersebut.
Mengenai produk ilegal yang kemungkinan terjadi, pengecekan akan dilakukan dengan mengambil sampel yang sudah ada di pasaran. Meminta masyarakat untuk tidak terlalu khawatir, tetapi tetap waspada dalam memilih buah segar.

Tanggapan : Apel lokal lebih sehat dan higienis

Saran : Lebih baik waspada terhadap buah-buahan impor karena kita tidak menahu tentang proses pengolahannya

Daftar pustaka :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar