Sabtu, 05 Juli 2014

Tulisan "Budaya Politik Uang semakin Merajalela di Indonesia"

         Pendahuluan
Pesta demokrasi 2014 kali ini merupakan media masyarakat untuk menyalurkan peran kedaulatan rakyatnya. Tidak jarang terjadi pemanfaatan peluang bagi wakil calon rakyat di parlemen untuk memperoleh bagian kursi di pemerintahan.
Sehubungan dengan itu, peraturan penyelenggaraan pemilu di buat dengan rapi. Akan tetapi, dengan kenyataannya masih terdapat kekurangan yang terjadi. Sehingga dengan kekurangan hukum atau aturan ini, banyak peserta pemilu yang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan suara. Termasuk didalamnya adalah praktek politik uang yang merupakan cara yang paling popular bahkan terjadi hingga turun temurun di Indonesia ini. Hal ini seakan menjadi warisan sebagai mencari simpati rakyat.
Pada tanggal 9 April lalu banyak caleg yang menerapkan praktek politik uang yang sangat berbeda jauh dengan ideology Pancasila. 

Pembahasan

           Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janju menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya atau memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan car tertentu pada saat pemilihan umum.
          Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisa, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujua untuk menraik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.
          
          Politik uang sebenarnya akan menyebabkan nilai – nilai demokrasi luntur.oleh karenanya, jangan sampai ada pihak yang seolah-olah  mendukung  politik uang ini. Politik uang harus tidak ada. Jika  masih terjadi dan sulit dibendung, maka perlu adanya peraturan secara rinci melalui Undang – Undang.

Pemilu yang bersih, jujur dan demokratis akhir akhir ini sudah jarang ditemukan di kalangan masyarakat, proses pesta demokrasi yang tercoreng dengan banyaknnya elit politik yang melakukan politik uang sehingga menyebabkan tercorengnya tujuan demokrasi seperti yang diharapkan sebelumnya. Pemilu yang di dasarkan pada pemilihan langsung membuat banyak kejanggalan dan ketimpangan sehingga akan mudah melakukan politik uang, karena rakyat berpartisipasi memilih langsung. Sebenarnya pemilu di Indonesia berasaskan “LUBER JURDIL”(Langsung, Umum, Rahasia, Jujur, dan Adil).

            Pemilu yang bersifat langsung : rakyat sebagai pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara. Warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih berhak mengikuti pemilu dan memberikan suaranya secara langsung.
Pemilu yang bersifat umum :  mengandung makna terjaminnya kesempatan yang sama bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi.
Pemilu yang bersifat bebas berarti bahwa setiap warga negara yang berhak memilih bebas untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin  keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
Pemilu yang bersifat rahasia berarti bahwa dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun.
Pemilu harus dilaksanakan secara lebih berkualitas agar lebih menjamin kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai derajat keterwakilan yang lebih tinggi, dan memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.
Politik Uang ini terjadi karena adanya faktor – faktor sebagai berikut :
1.      Faktor kesenjangan ekonomi.
Pemerintah memang telah mampu meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi. Namun, pertumbuhan ekonomi  bersamaan dengan semakin melebarnya kesenjangan antara ‘yang punya’ dan ‘yang tidak punya..
2.      Budaya Politik
Dalam konteks pemilu, prosedur ini dimainkan secara cerdas baik oleh caleg maupun sebagian masyarakat.
3.      Kelembagaan
Sistem pemilu dengan penekanan pada calon memang lebih mendorong praktik politik uang dibandingkan dengan sistem pemilu yang berorientasi pada partai politik. Sehingga, ketokohan lebih penting dibandingkan dengan ideologi dan program partai politik. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pelembagaan partai politik. 

4.  Faktor kesejarahan
Hasil dari apa yang terjadi di masa lalu. Pada Pemilu 1999, politik uang tidak berkembang karena masyarakat saat itu sedang mengalami euforia politik. Namun sejak Pemilu 2004, praktik politik uang mulai terjadi. Kondisi bertambah semakin parah ketika sistem pemilu menggunakan sistem suara terbanyak pada Pemilu 2009.
Seperti diberitakan berbagai media, banyak caleg  berperilaku aneh setelah melakukan praktik politik uang, tapi gagal untuk mendapatkan kursi. Sebagian caleg yang lain kemudian jatuh sakit atau mengalami konflik internal keluarga. Praktik politik uang juga tidak jarang melahirkan masalah baru di kalangan masyarakat, misalnya meningkatnya intensitas perbedaan sikap dan perilaku di masyarakat pasca pemilu.
Politik uang merusak hubungan keterwakilan antara masyarakat dan wakilnya. Bila caleg yang membagikan politik uang kemudian mendapatkan kursi kekuasaan, maka tidak ada kewajiban bagi caleg untuk menjadi wakil rakyat. Dengan kata lain, politik uang cenderung melahirkan pemerintahan oligarkhis. Sebuah sistem pemerintahan yang sangat potensial bagi penyalahgunaan kekuasaan, seperti korupsi.
Semakin jauhnya jarak antara rakyat dan kebijakan, rakyat memiliki peran yang berarti dalam rekruitmen elite politik. Elite politik inilah yang nanti diharapkan akan menjadi penyambung lidah rakyat ke kekuasaan. Dengan pemilu yang sehat, rakyat dapat memastikan kebijakan publik yang sesuai dengan kebutuhannya. Penggunaan sistem pemilu alternatif yaitu sistem daftar tertutup, sistem distrik, atau sistem campuran. Pelembagaan partai politik juga perlu terus didorong. Penegakan hukum untuk praktek politik uang juga perlu ditingkatkan. Yang pentingnya adalah menumbuh kembangkan budaya politik partisipan di kalangan pemilih. 

Kesimpulan

Sebab masih berkembangnya praktik politik uang dapat disimpulkan diantaranya :
1.Kesadaran moral yang rendah dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai etika politik
2.Adanya keinginan caleg untuk menang
3.Adanya keinginan pemilih untuk menerima
4.Tingkat kemakmuran rakyat masih rendah
5.Adanya kekayaan Caleg yang melimpah
Solusi penyelesaiannya adalah memperbaiki sistem peraturan yang masih kurang lengkap dan perlu disempurnakan. Karena. Adanya kelemahan aturan ini para Caleg bisa memnfaatkan peluang untuk mendapatkan simpati dan suara rakyat dengan jalan yang tidak benar seperti halnya politik uang.
Selain itu internalisasi Pancasila sebagai etika politik harus lebih dikuatkan dengan dasar hukum yang lebih jelas.

Sumber :