A. Pendahuluan
Pergantian kepemimpinan
dalam suatu negara yang terjadi melalui pemilihan umum merupakan suatu
peralihan kekuasaan yang wajar serta dapat dikatan demokratis. Bagi negara yang
baru tumbuh dan masih harus belajar berdemokrasi, seringkali harus menghadapi
suatu rezim kepemimpinan yang begitu lama dalam memerintah. Dampak dari
pemimpin yang terlalu lama berkuasa akan menumbuhkan suatu rezim otoriter.
Dalam sejarah politik negara-negara di dunia, setiap penumbangan rezim
otoriter, sering kali melalui proses besar yang disebut coup d’etat (kudeta).
Peralihan
kepemimpinan melalui kudeta biasanya dilakukan oleh pihak militer yang bisa
juga melibatkan warga sipil. Kudeta membutuhkan bantuan intervensi massa atau
kekuatan bersenjata yang besar. Indonesia telah mengalami beberapa kali
pergantian kekuasaan. Pergantian kekuasaan di Indonesia ada yang melalui proses
pemilihan umum, namun ada pula yang melalui proses penyerahan kekuasaan dalam
situasi yang penuh ketegangan politik. Peralihan kepemimpinan dari Soekarno
kepada Soeharto, tidak terjadi begitu saja melalui proses yang mulus. Pada
kurun waktu tahun 1965-1967 merupakan tahun-tahun yang penuh intrik dan
ketegangan politik. Peristiwa dini hari tanggal 1 Oktober 1965 dapat dilukiskan
sebagai percobaan kudeta yang gagal dari golongan kontra revolusioner yang
menamakan dirinya Gerakan 30 September.
Tindakan
yang diambil oleh Jenderal Soeharto sejak Peristiwa 30 September 1965 sampai
diangkat sebagai pejabat presiden pada tahun 1967, merupakan kudeta merangkak (creeping
coup).1 Proses kudetanya tidak langsung menghantam, melainkan secara
perlahan. Bahkan setelah kekuasaan beralih, Soekarno masih berstatus sebagai
presiden. Inilah dualisme kepemimpinan yang terjadi dalam kurun waktu peralihan
kekuasaan Soekarno kepada Soeharto.
Peristiwa
30 September 1965 menjadi titik awal bagi keruntuhan Soekarno dari panggung
politik Indonesia. Peristiwa ini masih menyimpan misteri tentang pelaku dan
pihak sebenarnya yang harus bertanggung jawab, namun titik awal inilah yang
kemudian menghasilkan berbagai persepsi dan hasil studi menyangkut jatuhnya
Presiden Soekarno sepanjang periode 1965-1967. Turunnya Soekarno dari kursi
kepresidenan melahirkan suatu pemerintahan baru yang memiliki semangat untuk
menegakkan Pancasila dan melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Tekad inilah yang disebut sebagai Orde Baru dan melahirkan kepemimpinan baru
yaitu Soeharto.
Tafsir
atau peristiwa yang menjadi titik awal dimulainya peralihan kekuasaan Soekarno
kepada Soeharto, sebagaimana yang telah disebarluaskan kepada masyarakat selama
32 tahun tahun rezim Orde Baru berkuasa, cenderung merupakan penilaian tunggal
dan bersifat indoktriner. Di samping itu, cukup banyak bahan sejarah dan
saksi peristiwa tersebut yang akhirnya.
Melahirkan
pendapat yang beraneka ragam. Secara khusus mengenai pergantian kekuasaan
negara dari Soekarno kepada Soeharto, telah memunculkan dugaan adanya kudeta
yang dilakukan Soeharto terhadap Soekarno. Terlihat jelas ketika pasca
penyerahan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar/SP 11 Maret) 1966,
benar-benar dimanfaatkan oleh Soeharto sebagai pengemban surat sakti, dengan
mengambil kebijakan dan keputusan politik, seperti pembubaran Partai Komunis
Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya. Padahal dictum dari Supersemar sendiri
lebih menekankan pada penyerahan kekuasaan militer (dalam artian pengamanan
jalannya pemerintahan) dan bukan sebagai penyerahan kekuasaan politik.
Supersemar bukanlah transfer of authority (pengalihan kekuasaan) dari
presiden Soekarno kepada Soeharto.2 Hal-hal inilah yang mengindikasikan adanya
kudeta perlahan dalam proses peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto.
Jatuhnya Soekarno dari kursi kepresidenan memang tidak bisa lepas dari
Peristiwa 30 September 1965 yang menewaskan perwira tinggi TNI Angkatan Darat
yang dikenal loyal terhadap pemerintahan Soekarno namun anti komunis.
Dalam
kasus Peristiwa 30 September 1965 (G 30 S) tidak ada interpretasi tunggal dan
akhir. Berbagai versi bermunculan, buku putih berjudul “Gerakan 30 September,
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia: Latar Belakang, Aksi, dan
Penumpasannya” yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara tahun 1994
merupakan salah satu versi yang kemudian menjadi acuan. Buku Sejarah yang
diajarkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Menurut buku tersebut, dalang dari G
30 S adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).
Harold Crouch (1978) dalam bukunya The Army and
Politics in Indonesia mengungkapkan bahwa menjelang tahun 1965, Angkatan
Darat pecah menjadi tiga faksi. Faksi tengah yang loyal pada Soekarno (dipimpin
Men/Pangad, Mayjen. A. Yani), namun menentang kebijakan Soekarno tentang
persatuan nasional (konsep Nasakom). Faksi kanan bersikap menentang A. Yani
yang Soekarnois, didalamnya terdapat Jenderal Nasution dan Mayjen Soeharto.
Kedua faksi ini sama-sama anti PKI. Faksi yang ketiga yaitu faksi kiri yang
merupakan perwira-perwira menengah ke bawah yang telah diifiltrasi oleh PKI.
Peristiwa G 30 S ditujukan untuk menyingkirkan faksi tengah dan kemudian
menghabisi faksi kiri yang dijadikan kambing hitam, sehingga akan melapangkan
jalan bagi perebutan kekuasaan oleh kekuatan sayap kanan Angkatan Darat.
Angkatan Darat sejak 1962 mengalami perpecahan. Terkait dengan Gerakan 30
September, unsur-unsur Angkatan Darat dan Angkatan Udara terlibat dalam aksi
tersebut bersama dengan ormas-ormas PKI.3
Daftar Isi
A. Pendahuluan
Daftar Isi
B. Pembahasan
1. Presiden Pertama Republik Indonesia
2. Presiden Kedua Republik Indonesia
3. Presiden Ketiga Republik Indonesia
4. Presiden Keempat Republik Indonesia
5. Presiden Kelima Republik Indonesia
6. Presiden Kenam Republik Indonesia
C. Penutup
D. Daftar Pustaka
B.
Pembahasan
1.
Presiden Pertama Republik Indonesia (1945-1966)
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang kerap
dipanggil Bung Karno. Lahir di Blitar, 6 Juni 1901. Putra dari pasangan Raden
Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Masa kecil Soekarno hanya
beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Sewaktu, SD beliau tinggal
di Surabaya rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi pendiri Syarikat
Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat
belajar di HBS, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Seletah lulus
tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau
sekolah Teknik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir
(Insinyur)” pada 25 Mei 1926.
Pada 4 Juli 1927 beliau mendirikan PNI (Partai Nasional
lndonesia) dengan tujuan Indonesia Merdeka dan merumuskan ajaran Marhaenisme.
Sebab itu Soekarno dimasukkan penjara Sukamiskin, Bandung oleh Belanda pada 29
Desember 1929. Delapan bulan kemudian, Beliau disidangkan dalam pembelaannya
berjudul Indonesia Menggugat. Dengan ketegasannya, menunjukkan kemurtadan
Belanda bangsa yang mengaku lebih maju.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga
pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno
bergabung dengan Partindo dan sekaligus menjadi pemimpinnya. Akhirnya, beliau
kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun
kemudian dipindahkan ke Bengkulu.
Pada masa sebelum kemerdekaan, Soekarno dan panitia
lainnya berhasil merumuskan Pancasila yang menjadi dasar (ideologi) Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan
Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang
menjadi Gerakan Non Blok. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno
mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tepatnya
tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Dan keesok harinya, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih
secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat. Selain
itu kesehatan Soekarno juga mempuruk. Hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal
dunia di RSPAD. Ia meninggalkan delapan anak dari istri Fatmawati mempunyai
anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh, Istri Hartini mempunyai
Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang
bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika. Beliau disemayamkan di Wisma
Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu
Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai “Pahlawan Proklamasi”
2.
Presiden kedua Republik Indonesia (1966-1998)
Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau
lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Putra dari pasagan
Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan
sawah desa, Ibu Sukirah. Soeharto masuk sekolah saat berusia delapan tahun,
tetapi sering pindah.
Tahun 1941 prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong
Jawa Tengah. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Dua tahun
kemudian, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai
Mangkunegaran. Pernikahan Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan
tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah
24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri ialah Siti Hardiyanti Hastuti,
Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala
Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Di kemiliteran,
Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentang KNIL, kemudian komandan PETA,
komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan
Kolonel. Tahun 1949 beliau berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota
Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi
Pengawal Panglima Besar Sudirman dan Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Pada 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan
Angkatan Darat dan dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk
sebagai Pangkop kamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal
Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Yang isinya
tentang mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran
Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya
G-30-S/PKI.Pada Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967 menunjuk Pak Harto sebagai
Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto
memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan
diri, 21 Mei 1998. Presiden RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB
Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan
sebagai Bapak Pembangunan Nasional.
3.
Presiden ketiga Republik Indonesia (1998-1999)
Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf
Habibie lahir di Pare-Pare, 25 Juni 1936 Sulawesi Selatan. Beliau merupakan
anak keempat dari delapan bersaudara, pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA.
Tuti Marini Puspowardojo.
Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di
Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah
ditunjukkan Habibie sejak kanak-kanak. Habibie kehilangan bapaknya yang
meninggal dunia pada 3 September 1950 karena terkena serangan jantung. Tak lama
setelah bapaknya meninggal, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di
Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol
prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta.
Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk
Universitas Indonesia di Bandung (Sekarang ITB). Beliau mendapat gelar Diploma
dari Technische Hochschule, Jerman tahun 1960 kemudian mendapatkan gekar Doktor
dari tempat yang sama tahun 1965. . Habibie menikah dengan Hasri Ainun Habibie
pada tanggal 12 Mei 1962 ini dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan
Thareq Kemal. Tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada
Institut Teknologi Bandung. Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10
tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman
dengan predikat Summa Cum laude. L bekerja di industri pesawat terbang
terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk
kembali ke Indonesia.
Langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, namun
tak sedikit pula yang tidak menyukainya. Setiap kali peraih penghargaan
bergengsi Theodore van Karman Award di Jerman. Beliau selalu menjadi berita.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun
menjabat Menteri Negara Ristek/ Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN
Industri Strategis. 10 Maret – 20 Mei 1998 Habibie dipilih MPR menjadi Wakil
Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI
menggantikan Soeharto. Soeharto menyerahkan jabatan presiden itu kepada Habibie
berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Sampai akhirnya Habibie dipaksa pula lengser
akibat referendum Timor Timur yang memilih merdeka. Pidato Pertanggungjawabannya
ditolak MPR RI. Masa jabatan Habibie menjadi Presiden 21 Mei 1998 – Oktober
1999. Beliau pun kembali menjadi warga negara biasa, kembali pula hijrah
bermukim ke Jerman.
Sebagian Karya beliau dalam menghitung dan mendesain
beberapa proyek pembuatan pesawat terbang
: a.
VTOL ( Vertical Take
Off & Landing ) Pesawat Angkut DO-31.
b.
Pesawat Angkut
Militer TRANSALL C-130.
c.
Hansa Jet 320 (
Pesawat Eksekutif ).
d.
Airbus A-300 ( untuk
300 penumpang )
e.
CN – 235
f.
N-250
g.
Dan secara tidak
langsung turut berpartisipasi dalam menghitung dan mendesain:
1.
Helikopter BO-105.
2.
Multi Role Combat
Aircraft (MRCA).
3.
Beberapa proyek
rudal dan satelit.
4.
Presiden keempat Republik Indonesia (1999-2001)
Presiden ke-empat Republik
Indonesia, KH. Abdurrahman Wahid. Lahir di Denanyar, 4 Agustus 1940 Jombang. Secara genetik Gus Dur adalah keturunan “darah
biru”, Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim adalah
putra K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU)-organisasi
massa Islam terbesar di Indonesia-dan pendiri Pesantren Tebu Ireng Jombang.
Ibundanya, Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang.
Pada tahun 1949, ketika clash dengan
pemerintahan Belanda telah berakhir ayahnya diangkat sebagai Menteri Agama
pertama, sehingga keluarga Wahid Hasyim pindah ke Jakarta. Dengan demikian
suasana baru telah dimasukinya. Tamu-tamu, yang terdiri dari para tokoh-dengan
berbagai bidang profesi-yang sebelumnya telah dijumpai di rumah kakeknya, terus
berlanjut ketika ayahnya menjadi Menteri agama. Hal ini memberikan pengalaman
tersendiri bagi seorang anak bernama Abdurrahman Wahid. Secara tidak langsung, Gus
Dur juga mulai berkenalan dengan dunia politik.
Pada bulan April 1953, Gus Dur pergi bersama ayahnya
mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan madrasah baru. Di suatu
tempat di sepanjang pegunungan antara Cimahi dan Bandung, mobilnya mengalami
kecelakaan. Gus Dur bisa diselamatkan, akan tetapi ayahnya meninggal. Kematian
ayahnya membawa pengaruh tersendiri dalam kehidupannya.
Dalam kesehariannya, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca
dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya dan aktif berkunjung ke
perpustakaan umum di Jakarta. Pada usia
belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai macam majalah, surat kabar,
novel dan buku-buku yang agak serius. Karya-karya yang dibaca oleh Gus Dur tidak
hanya cerita-cerita, utamanya cerita silat dan fiksi, akan tetapi tentang
filsafat dan dokumen-dokumen mancanegara. Hobi bermain bola, catur dan musik.
Dengan demikian, tidak heran jika Gus Dur pernah diminta untuk menjadi
komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya adalah menonton bioskop.
Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film. Inilah
sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri
Festival Film Indonesia.
Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di
Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan
mulai meningkat. Kemudian Gus Dur tinggal pesantren Tambak Beras Jombang,
sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir,
pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah, anak
Haji Muh. Sakur. Pernikahannyapun, dilaksanakan ketika ia berada di Mesir.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh
sebuah tim ahl hall wa al-’aqdi yang diketuai K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk
menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan
tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta
(1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU
kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Meskipun sudah
menjadi presiden, ke-nyleneh-an Gus Dur tidak hilang, bahkan semakin diketahui
oleh seluruh lapisan masyarakat. Dahulu, mungkin hanya masyarakat tertentu,
khususnya kalangan nahdliyin yang merasakan kontroversi gagasannya. Sekarang seluruh
bangsa Indonesia ikut memikirkan kontroversi gagasan yang dilontarkan oleh K.H.
Abdurrahman Wahid.
5.
Presiden kelima Republik Indonesia (2001-2004)
Presiden
Republik Indonesia ke-5, Megawati Soekarnoputri lahir di Yogyakarta, 23 Januari
1947. Megawati adalah putri sulung dari Presiden RI pertama yang juga
proklamator, Soekarno dan Fatmawati. Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan
di Istana Negara. Sejak masa kanak-kanak, Megawati sudah lincah dan suka main
bola bersama saudaranya Guntur. Sebagai anak gadis, Megawati mempunyai hobi
menari dan sering ditunjukkan di hadapan tamu-tamu negara yang berkunjung ke
Istana.
Wanita bernama lengkap Dyah Permata Megawati
Soekarnoputri ini memulai pendidikannya dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini,
Jakarta. Beliau pernah belajar di dua Universitas, yaitu Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia (1970-1972). Kendati lahir dari keluarga politisi jempolan, Mbak Mega
panggilan akrab para pendukungnya tidak terbilang piawai dalam dunia politik.
Bahkan, Megawati sempat dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan politiknya.
Megawati menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI
AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan
Mohammad Rizki Pratama. Pada suatu tugas militer, tahun 1970 di kawasan
Indonesia Timur, pilot Surendro bersama pesawat militernya hilang dalam tugas.
Derita tiada tara, sementara anaknya masih kecil dan bayi. Namun, derita itu
tidak berkepanjangan, tiga tahun kemudian Mega menikah dengan pria bernama
Taufik Kiemas, asal Ogan Komiring Ulu, Palembang.
Masuknya Megawati ke kancah politik, berarti beliau telah
mengingkari kesepakatan keluarganya untuk tidak terjun ke dunia politik.
Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak
banyak bicara. Ternyata memang berhasil. Suara untuk PDI naik. Dan beliau pun
terpilih menjadi anggota DPR/MPR.
Tetapi, kehadiran Mega di gedung DPR/MPR sepertinya tidak terasa.
Tampaknya, Megawati tahu bahwa beliau masih di bawah tekanan. Selain memang
sifatnya pendiam, belaiu pun memilih untuk tidak menonjol mengingat kondisi
politik saat itu. Maka beliau memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik
di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation,
itu secara langsung atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya bintang
Mega dalam dunia politik. Pada tahun 1993 dia terpilih menjadi Ketua Umum DPP
PDI.
Ketika itu, Konggres PDI di Medan berakhir tanpa
menghasilkan keputusan apa-apa. Pemerintah mendukung Budi Hardjono menggantikan
Soerjadi. Lantas, dilanjutkan dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa di
Surabaya. Pada kongres ini, nama Mega muncul dan secara telak mengungguli Budi
Hardjono, kandidat yang didukung oleh pemerintah itu. Mega terpilih sebagai
Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh
Musyawarah Nasional Nasional PDI di Jakarta.
Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah.
Karena itu, dalam perjalanan berikutnya, pemerintah mendukung kekuatan
mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas dukungan
pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk
menaikkan kembali Soerjadi. Tetapi Mega tidak mudah ditaklukkan. Karena Mega
dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh menyatakan
dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro,
sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para
pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Hal itu tidak menyurutkan
langkah Mega. Malah, dia makin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan
politik yang amat telanjang terhadap Mega itu, mengundang empati dan simpati
dari masyarakat luas.
Mega terus berjuang. PDI pun menjadi dua : PDI pimpinan
Megawati dan PDI pimpinan Soerjadi. Massa PDI lebih berpihak dan mengakui Mega.
Tetapi, pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah.
Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim Orde
Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan.
Pada waktunya memantapkan Mega pada posisi sebagai orang
nomor satu di negeri ini. Sebab kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli
2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI
ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Megawati menjadi presiden hingga 20
Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri
sebagai presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau
gagal untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang
Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-6.
6.
Presiden keenam
Republik Indonesia (2004-2014)
Susilo Bambang Yudhoyono lahir di Pacitan, Jawa Timur 9
September 1949. anak tunggal dari pasangan R. Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah
prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan Satu. Sementara
ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas.
Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab
disapa SBY ini lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. Istrinya bernama
Kristiani Herawati, merupakan putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi
Wibowo.
Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan
dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima, beliau untuk pertamakali
kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa
Tengah. Di kemudian, AMN berubah nama menjadi Akabri. SBY masuk SMP Negeri
Pacitan,ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota Pacitan. Mewarisi sikap
ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa
kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran
terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka SBY pun sempat
menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS). Namun
kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama
(PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itu, beliau
mempersiapkan diri untuk masuk Akabri. Tahun 1970, akhirnya masuk Akabri di
Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY
satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo
Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, belaiu meraih predikat lulusan
terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.
Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger
Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di
Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle
Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman
(1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung
(1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas,
AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS. Perjalanan
karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif
Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri
Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung
sekitar 30 prajurit.
Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga
batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki
nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon
Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara
328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak. Kefasihan
berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara
(airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan
Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975. Kemudian sekembali ke tanah
air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud
305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Beliau pun
memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari Timor Timur, SBY menjadi Komandan Peleton
Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, beliau ditempatkan
sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan
Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982).
Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke
Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, beliau mengikuti Infantry Officer
Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the job
training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS (1983) Kemudian mengikuti
Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan
Jerman (1984) serta Kursus Komando Batalyon (1985). Pada saat bersamaan SBY
menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu beliau dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam
IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum
mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung
dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989. SBY pun sempat menjadi Dosen
Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad)
dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu
ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, beliau ditarik ke Mabes ABRI untuk
menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat
(1993).
Lalu, beliau kembali bertugas di satuan tempur, diangkat
menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang
I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian
menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam
IV/Diponegoro (1995). Tak lama kemudian, SBY dipercaya bertugas ke Bosnia
Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Beliau menjabat sebagai Kepala
Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force)
yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan
kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina. Setelah
kembali dari Bosnia, beliau diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian
menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan
Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf
Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).
Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27
Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun lebih dini dari militer ketika
dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan
Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan
posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam.
Pada tanggal 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya
menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Tetapi pada 11 Maret 2004, beliau
memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam. Langkah pengunduran diri
ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya
ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Dan akhirnya, pada pemilu Presiden
langsung putaran kedua 20 September 2004, SBY yang berpasangan dengan Jusuf
Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di
attas 60 persen. Dan pada tanggal 20 Oktober 2004 beliau dilantik menjadi
Presiden RI ke-6.
Berakhir masa jabatan Susilo Bambang Yudhoyono dengan
Yusuf Kalla tahun 2009, beliau mencalonkan kembali menjadi presiden periode
2009-2014. Akhirnya, beliau dengan Boediono terpilih menjadi presiden
berikutnya sampai masa jabatan 2014.
Berikut ini data lengkap tentang Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono
Nama : Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang
Yudhoyono
Lahir : Pacitan, Jawa Timur, 9
September 1949
Agama : Islam
Jabatan : Presiden Republik
Indonesia ke-6
Istri : Kristiani Herawati, putri
ketiga (Alm) Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
Anak : Agus Harimurti Yudhoyono dan
Edhie Baskoro Yudhoyono
Ayah : Letnan Satu (Peltu) R. Soekotji
Ibu : Sitti Habibah
Pendidikan :
* Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
* American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
* Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
* Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
* On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
* Jungle Warfare School, Panama, 1983
* Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984
* Kursus Komando Batalyon, 1985
* Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
* Command and General Staff College, Fort Leavenwort, Kansas, AS
* Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
Karier :
* Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
* Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
* Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
* Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
* Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
* Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
* Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
* Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
* Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
* Dosen Seskoad (1989-1992)
* Korspri Pangab (1993)
* Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
* Asops Kodam Jaya (1994-1995)
* Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
* Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di
Bosnia-Herzegovina
(sejak awal November 1995)
* Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
* Pangdam II/Sriwijaya (1996-1998) sekaligus Ketua Bakorstanasda
* Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
* Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
* Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
* Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid)
* Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri
11 Maret 2004
C. Penutup
Pergantian presiden yang dialami di
negeri Indonesia, merupakan suatu alur sistem Demokrasi. Berawal dari masa
kemerdekaan yang dipimpin oleh Ir. Soekarno sampai terakhir tahun 2014 pimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Beberapa peristiwa yang terjadi dalam pergantian presiden itu menimbulkan
banyak kontra dan dukungan, tetapi pada akhirnya menuju pada Sistem Pemeritahan
yang Demokratis. Sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945
anelia 4, yaitu Melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
D. Daftar Pustaka
a.
Wikipedia
b.
Soebandrio, Kesaksianku tentang G-30-S,
Jakarta: Forum Pendukung Reformasi Total, 2001, hlm. 60-61. 3
c. Lembaga Analisa Informasi, Kontroversi
Supersemar dalam Transisi Kekuasaan Soekarno-Soeharto, Yogyakarta: Penerbit
Media Pressindo, 1998, hlm. 84